Minggu, 31 Januari 2016

Menjelang Haul dan Temu Alumni 2016: Guyon Khas Qaumaniyah

Damainya mata menyaksikan ribuan orang, yang memboyong serta istri dan keluarga mereka. Kompak.  Indahnya hati mendengungkan kekhusyu’an mereka mengikuti acara demi acara hingga paripurna. Kepuasan jiwa membelalakkan pandangan memperhatikan cengkerama mereka yang sudah lama tidak jumpa. Mereka yang sekian lama terpisah oleh jarak dan waktu. Mereka yang bagai disatukan kembali.
“Di sini, di kamar ini, dulu kamu dibully, ditarik sarungnya, ditertawakan ramai-ramai, hingga kamu menangis tersedu, ndepis di pojokan situ ha ha ha” sontak gerrr penuh tawa khas santri mewarnai malam.
“Kalau kamu malah lucu lagi, dasar santri baru, baru kemarin sore nyantri, belum berani sosialisasi, tiba-tiba disuruh sama Kang Dzakirin beli sesuatu di Toko Nailul Barokah seberang jalan sana. Tau gak disuruh beliin apa? Beli bidzir. Ha ha haaa” tertawaan ini semakin keras saja, semakin memecah keheningan malam. Tau kan bidzir? Iya bidzir, bahasa Arab untuk kata yang bermakna p**no.
“Satu lagi kang, coba siapa dulu yang pernah jadi korban ritual melihat tuyul? Ha ha haaaa” tawa lepas semakin menggelegar saja. Konon, bagi santri yang baru awal mondok dan penasaran dengan hal-hal yang berbau mistis, pasti ditawari oleh kakang-kakang senior untuk mengikuti ritual melihat tuyul. Haha, kurang ajar memang si senior itu. Bukannya membimbing fasholatan malah menjahili adik-adiknya dengan ritual panggil setan. Mereka memanfaatkan rasa penasaran junior mereka terhadap si tuyul; makhluk halus penghasil fulus itu.
Apakah mereka benar-benar melakukan ritual pemanggilan makhluk absatal itu? Tentu saja tidak. Dengan modal mimic wajah serius ditambah dukungan senior lain yang meyakinkan, jadilah santri-santri lugu itu korban kejahilan mereka. Dalam sebuah kamar yang sengaja dimatikan penerangnya, si junior dibimbing untung tetap khusyu’ dan merapal mantra-mantra yang tentu saja karangan mereka sendiri. Dan puncaknya, di tengah-tengah ritual, si senior yang telah berkoordinasi dengan komplotannya melakukan ritual abal-abal dengan menggoreskan angus; kotoran bekas pembakaran hitam lekam yang ada di bagian bawah panci atau penggorengan masak. Angus itu diusapkan ke wajah junior. Ha ha kurang ajar memang. Begitu paras mereka penuh dengan angus, disediakan cermin didepannya, kemudian lampu dihidupkan, dan dengan sigap penjahil-penjahil tadi kabur ke luar kamar dan tertawa terbahak-bahak.Tentu saja si korban k
aget bukan kepalang. Haha, tuyulnya malah mereka sendiri yang dihias dengan wajah belepotan hitam legam.
Haha hihi, begitulah sekelumit kisah santri Al Qaumaniyah yang selalu terngiang abadi dalam sanubari. Kisah indah penuh berkah. Tidak akan terlupa sepanjang hayat. Nyesel deh, barang siapa yang dalam hidup tidak pernah merasakan nyantri. Hidup Santri! Hidup Al Qaumaniyah!
Selamat Bertemu Kembali pada 2 Februari 2016,
Ramaikan Qaumaniyah …
Satukan Jiwa Mutakhorijin kita …

Jumat, 29 Januari 2016

KENANGAN HAUL DARI MASA KE MASA

 Romo Kyai Mujib memberi Ijazah dalam Perhelatan Haul Mbah Yasin dan Temu Alumni 2012

Gus Khidir, dalam season Sambutan Pengasuh dalam Temu Alumni 2012

Pembacaan Arwah Jama' dipimpin oleh Kyai Yasin dalam Acara Haul dan Temu Alumni 2013

Para Alumni, Tua, Muda Berjibaku Penuh Kekhusyu'an Mengikuti Acara Haul dan Temu Alumni

 Mereka Rela Meninggalkan Aktifitas Pekerjaan Sejenak demi Menyemarakkan Acara

Pembacaan Arwah Jama' Haul dan Temua Alumni 2015

Para Santri tak Kenal Lelah Demi Mensukseskan Acara Besar Tahunan Itu

HAUL, ALUMNI, DAN RENUNGANNYA (Sebuah Refleksi Menjelang Haul Mbah Yasin ke-63)

 

Dua tahun lalu, di saat-saat seperti ini, sudah sibuk saya akan tugas kesana kemari. Sudah berjibaku saya dengan jumlah rupiah yang banyak menurut skala saya. Sudah saya pilah jatah pos untuk setiap seksi dalam acara itu. Pun sudah saya aturaken piranti; sarana konsumsi kepada Bu Nyai Al Maghfurlah. Ah, tahun-tahun 2004 dan sesuadahnya, hingga 2014. Masih saja terngiang dalam lamunan.
Haul Al Maghfurlah Mbah Yasin, sebuah peristiwa tahunan yang menyedot animo alumni Pondok Pesantren Al Qaumaniyah dari segala penjuru tanah air, Jawa Tengah, Jawa Barat, hingga Lampung. Tercatat ribuan alumni yang memenuhi daftar list undangan tiap tahunnya. Jumlah itu belum dihitung dari banyak lagi alumni yang belum terdata dalam buku besar pesantren. Haul Mbah Sukandar; nama alias dari Mbah Yasin, yang begitu menjadi magnet bagi masyarakat pada umumnya, dan alumni Al Qaumaniyah pada khususnya.
Antusias menghadiri acara haul yang dikemas dalam sebuah rangkaian temu alumni Al Qaumaniyah ini seakan menjadi menu utama tahunan yang wajib dihadiri bagi sebagian alumni. Khoiruzzadit Taqwa, seorang alumni dari Pulokulon Grobogan, misalnya, saking antusiasnya sampai dia rela mengorbankan pekerjaannya di Jakarta untuk sekedar ijin beberapa hari agar bisa ambil bagian dari kegiatan prestisius ini. Begitu pula halnya dengan Agus Supriyanto, seorang alumni asal Cirebon yang dahulu mengabdi pada ndalem Gus Mujib. Walaupun sudah berkeluarga, tidak menghalangi niatnya untuk ta’dzim kepada para masyayikh, terutama Mbah Yasin. Rustam Nawawi lebih hebat lagi, biarpun; maaf,  dengan segala keterbatasan fisik yang dia miliki, tidak menjadi halangan bagi dirinya untuk menyeberangi Selat Sunda untuk terbang ke Jawa, lagi-lagi dengan niat mulai napak tilas sejarah nyantrinya dan berziarah ke makam Mbah Yasin dan para Masyayikh Jekulo lainnya.
Ini sebuah fenomena menarik yang patut kita apresiasi. Biarpun dengan wadhifah bermasyarakat mereka yang sudah menjadi rutinitas keseharian, tidak menyurutkan langkah mereka untuk menghadiri acara haul ini. Salut buat kalian dan alumni Al Qaumaniyah lainnya. Kalian luar biasa boys.
 Dan sebentar lagi, lagi-lagi tanggal 23 Robi’ul Akhir sudah di depan mata. Taji kita sebagai alumni dipertaruhkan. Apakah kita termasuk alumni sejati lagi hakiki yang support dalam acara haul dan temu alumni ini? Loyalitas kita akan diuji. Apakah pekerjaan kita menghalangi keinginan kita untuk menghadiri haul yang hanya sekali dalam setahun. Ingat, sekali dalam setahun. 1:364 hari. Akankah tahun ini kita genapi 365 hari tanpa mengingat penjara suci kita walaupun satu hari saja?
Mari renungkan bersama para sahabat, semoga keberkahan senantiasa menyertai kita. Ingat, kita bukan apa-apa tanpa Gus Yasin, yang ikhlas memberikan ilmu agama kepada kita. Ingat, kita tidak akan berwibawa tanpa Gus Mujib yang senantiasa member wejangan dan mencontohkan kewibawaan pada kita. Ingat juga, kita tidak akan pernah menjadi pribadi penuh warna dan mewarnai, jikalau Gus Khidlir tidak menegur dan mengarahkan jalan lurus kepada kita. Dan ketiga Kyai kita itu berpegang pada Mbah Yasin melalui media Mbah Muhammad.
Semoga secercah harapan semu ini menjadi bahan renungan kita dalam membulatkan tekad penuh kemantapan dalam menghadiri acara Haul dan Temu Alumni Al Qaumaniyah 2016 ini. Ayo Ramaikan Al Qaumaniyah!
                                                                                   
                                                               Gajah, 20 Robi’ul Akhir 1437 H

   Salam,
   Alumni Sayung.